Menulis Ala Laki-Laki Tulen

Ah, jangan tertipu sama judul, ya. Ini bukannya mau mengajari caranya menjadi laki-laki tulen, bukan pula mau membedakan antara “tulisan laki” dan “tulisan perempuan”. Intinya, saya mendapat tawaran untuk mengisi sebuah kolom di salah satu majalah perempuan, Cleo. Apa? Majalah perempuan?

Ya! Ini menarik buat saya. Tapi, ini bukan karena saya diminta menulis ala perempuan, tapi justru saya mesti memberikan perspektif laki-laki yang bisa dicermati para perempuan (baca: pembaca Cleo). Menarik, kan? 

Redakturnya bilang pada saya, bahwa topik yang diangkat bebas, dan gaya penulisannya pun terserah saya. Hanya, ada dua hal yang perlu diperhatikan: Pertama, gaya bahasanya mesti lebih ‘muda’ dan witty. Dan kedua, pada akhirnya mesti “ada yang bisa ‘diambil’ oleh para perempuan.”

Saya, sih, senang-senang saja. Sebagai lelaki tulen, banyak hal yang ingin saya sampaikan pada para perempuan, ha-ha-ha (no offense ya). Tapi mungkin ini jadi lebih menarik karena saya yakin banyak laki-laki di luar sana berpikiran sama. Mereka punya ‘sesuatu’ yang ingin disampaikan, tapi – mungkin – takut sama pacarnya. 

Maka, jika kebetulan kamu yang sedang membaca ini adalah seorang laki-laki dengan ‘sesuatu’ yang ingin disampaikan, tolong beritahu saya di kolom komentar. Siapa tahu idemu juga membuat saya tergerak untuk menuliskannya. Ok?

Saat ini saya sedang mengerjakan tulisan untuk majalah tersebut. Temanya masih saya rahasiakan hingga ia terbit – dan saya harap kelak kamu akan membelinya. Semoga semua berjalan dengan baik. Namaste!